Beranda | Artikel
Terpaksa Menjual Karena Diberi Modal
Selasa, 1 April 2014

Konsultasi Syariah Bersama Asatidz Pengasuh Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Pertanyaan:

Assalamu alaikum,

Kampung saya pesisir pantai. Banyak penduduknya yang beprofesi sebagai nelayan lokal. Banyak di antara nelayan tidak memiliki dana untuk pengadaan peralatan mencari ikan, seperti mesin, jarring, atau lainnya. Biasanya mereka meminjam uang untuk pengadaan alat ke juragan penjual ikan (baca: daokeh), dengan konsekuensi mereka harus menjual hasil melautnya kepada orang yang meminjami uang. Dan biasanya, harga jual di juragan sedikit lebih murah dibandingkan harga di pasar. Sementara hutangnya dilunasi secara berangsur tanpa ada penambahan uang yang dipinjam (bunga). Terkadang, setelah pelunasan tahap terakhir, sang juragan memberi potongan. Misalnya hutang Rp.  5 juta, dipotong menjadi Rp. 4,5 juta.

Bagaimana kasus ini dalam pandangan Islam… jazaakumullah khoiran..

Abu Yumna, Lamongan

Jawaban :

Syariat Islam tegak di atas keadilan dan melarang kezhaliman. Sehingga semua bentuk kezaliman dilarang dalam Islam. Juga dalam hubungan antara manusia khususnya jual beli tegak diatas sikap sama-sama ridho dan tidak ada paksaan. Oleh karena itu Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS an-Nisaa :29)

Oleh karena itu syariat islam melarang jual beli terpaksa (Bay’ Mudh-Thar) karena salah satu pihak terpaksa menjual atau membelinya karena terdesak. Nah kejadian yang Saudara tanyakan adalah satu dari sekian kejadian dan sistim pengambilan keuntungan yang banyak dilakukan kaum muslimin terhadap saudaranya sendiri. Kalau melihat kepada keterangan Saudara dalam pertanyaan di atas dapat ditarik adanya dua hal:

  1. Peminjaman uang tanpa bunga namun mengikat orang yang diberi hutang untuk memberi keuntungan kepada pemberi hutang berupa harga di bawah harga umum.
  2. Nelayan atau orang yang berhutang terpaksa menjual barangnya kepada pemberi hutang karena merasa terdesak menerima hutangan tersebut untuk menutupi kebutuhannya.

Dari dua hal ini dapat diambil hukum sebagai berikut:

A. Sistim menghutangkan uang seperti ini termasuk yang dilarang, karena pemberi hutang mengambil keuntungan dari hutangnya dengan ikatan jual beli yang menguntungkannya. Seandainya tidak karena ingin mendapatkan harga di bawah standar umum tentulah ia tidak menghutangkan uangnya tersebut. Hal ini masuk dalam kaidah fikih yang disampaikan para ulama dengan ungkapan:

“Semua hutang piutang yang mengharuskan keuntungan maka ia adalah riba”

Sebab dalam akad hutang piutang adalah akad sosial nirlaba dimaksudkan untuk menolong dan memudahkan kesulitan saudaranya, sehingga dilarang mengambil keuntungan sebagai imbalan yang disyaratkan dalam hutang tersebut.

B. Seandainya dianggap hal itu sebagai pembayaran dimuka untuk mendapatkan barang pada tempo tertentu yang dikenal dengan bay’ salam, maka sistim jual beli yang Saudara tanyakan banyak menyimpang dari sistim tersebut. Di antara pelanggarannya adalah:

  1. Dalam bay’ salam barang yang diinginkan hanya disampaikan kriteria dan aspeknya saja, sedang barangnya terserah kepada penjualnya, apakah diambil dari hasil panennya atau dari orang lain. Di sini tidak.
  2. Dalam bay’ salam nilai pembayaran dan jumlah barang sudah ditentukan di majlis akad transaksi, sedangkan di sini adanya setelah barang ada.
  3. Akad yang disampaikan adlah hutang piutang bukan jual beli.

Dengan demikian jelaslah hal ini bukan termasuk jual beli salam yang diperbolehkan dalam Islam.

Nampaknya dari dua sisi kemungkinan ini semuanya menunjukkan adanya pelanggaran syariat, baik sebagai hutang piutang maupun sebagai jual beli. Semua ini tidak lain hanyalah upaya dari juragan pemilik modal (baca: daokeh) untuk memancing diair keruh sehingga nelayan dengan terpaksa menjual ikannya kepada dia dengan harga sesuai kemauan juragan tersebut. Ini jelas termasuk jual beli karena terpaksa.

Syeikh DR. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar seorang pakar ekonomi Islam dunia menyatakan: “Namun perlu diingat adanya usaha sebagian orang kaya pemilik modal yang memancing ikan diair keruh ketika kesempitan dan kebutuhan mendesak para petani atau pengusaha industri kepada modal cepat. Lalu menjadikan jual beli salam sebagai sarana menekan harga hingga sangat rendah sekali. Seandaianya bukan karena kebutuhan tersebut tentulah mereka menolak uluran modal tersebut. Ini tidak benar dan dilarang karena masuk dalam bai’ al-Mudhthar (jual beli dalam keadaan terdesak)”[1]. Wallahua’lam bish-Shawaab.

Ket:
[1] Buhuts Fiqhiyah Fi Qadhayaa iqtishadiyah Mu’asharah 1/189-190.

Dijawab oleh ustadz Kholid Syamhudi. Lc

Artikel www.PengusahaMuslim.com

Anda ingin berkonsultasi? Bergabung di Milis pm-fatwa. Milis ini disediakan khusus untuk mengajukan pertanyaan tentang hukum dan fatwa yang terkait dengan perdagangan (jual beli) dan semua yang terkait dengan masalah ini, seperti hukum jual beli, aqad/perjanjian jual beli, zakat perniagaan, hutang piutang, riba, bank syariah, gaji karyawan, asuransi, dan berbagai masalah agama lainnya.

Untuk bergabung, kirim email kosong ke : [email protected]
Untuk mengirim pertanyaan, kirim email ke : [email protected]


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3441-terpaksa-menjual-karena-1833.html